COBA amati baterai pada telepon selular kita. Biasanya tertera simbol tong sampah disilang. Limbah baterai memang tak boleh dibuang sembarangan. Jika di tempat sampah saja tidak boleh, ke mana kita membuangnya?
Satu lagi kasus yang saya temukan mengenai kebingungan seorang warga jerman saat di indonesia dengan bertanya “Kemana saya harus membuang baterai-baterai ini?” dia tidak tahu di mana tempat pembuangan limbah baterai di Indonesia. Tidak seperti di negaranya, baterai sudah memiliki penampungan tersendiri yang nantinya akan didaur ulang. Karena tahu akan dampak baterai pada kerusakan lingkungan, teman itu akhirnya mengumpulkan baterainya untuk di bawa pulang ke Jerman.
Limbah baterai memang tidak boleh dibuang sembarangan. Secara umum baterai merupakan sumber pencemar. Baterai jenis tertentu seperti lithium atau nickel-cadmium tidak boleh dibuang ke tempat sampah, tetapi dikembalikan ke produsen sebagai bagian dari manajemen limbah. Sebagian besar gagdet menggunakan catu daya batarei lithium. Bila terkena air, baterai lithium bisa meledak dan memproduksi gas hidrogen yang berbahaya. Memang baterai lithium didesain tertutup sehingga kedap air. Namun jika rusak kemudian dibuang, baterai bisa mengalami korosi sehingga air bisa meresap ke dalam.
Sulit untuk membayangkan bahwa baterai yang kita gunakan untuk senter, kamera, walkman, radio dan berbagai jenis elektronik lainnya memiliki pengaruh buruk terhadap lingkungan. Namun demikianlah kenyataannya. Padahal, hampir setiap rumah tangga menggunakan baterai untuk berbagai keperluan. Dan sangat disayangkan, baterai bekas yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3) itu, diantaranya adalah merkuri (Hg) dan kadmium, seringkali dibuang di sembarang tempat. Malah, karena ketidaktahuan mereka akan racun berbahaya tersebut, tidak sedikit pula masyarakat yang menggunakannya sebagai pupuk, semir ban mobil, cat hitam, bahan tukang kayu, kerajinan tangan, campuran plester semen, bahkan mainan anak-anak.
Orang dapat saja berpendapat bahwa kandungan merkuri dalam baterai sedikit. Tapi kalau jumlah yang sedikit itu kemudian dikumpulkan, maka lambat laun akan terjadi akumulasi merkuri yang akan mencemari lingkungan. Di Amerika, diperkirakan 2 milyar baterai bekas terbuang setiap tahun. Dan menurut standar federal kesehatan manusia di Amerika, 80 juta liter air yang tertumpah 1 gram merkuri, merupakan air yang tergolong beresiko jika dikonsumsi sebagai air minum. Ini berarti bahwa 1 gram merkuri mampu mengkontaminasi sebuah danau. Bayangkan kalau sebuah baterai saja mengandung merkuri 0,001 gram.
Dampak Merkuri
Ancaman merkuri terutama dari bentuk organiknya yang sangat beracun yaitu metil merkuri. Zat ini akan bertahan dalam tubuh 10 kali lebih lama dibanding merkuri dalam bentuk logam seperti yang terdapat dalam baterai dan termometer. Antara merkuri anorganik dan merkuri organik terdapat suatu hubungan bentuk atau transformasi. Senyawa aril merkuri (organik) dapat berubah menjai merkuri anorganik melalui proses transformasi di dalam tubuh dan lingkungan. Sedangkan merkuri anorganik, dapat menjai merkuri organik melalui proses transformasi oleh mikroorganisme.
Bila seekor satwa mengkonsums satwa-satwa lain dalam jumlah besar, maka tbuh satwa tersebut akan mengandung merkuri sebesar jumlah seluruh kandungan merkuri yang terdapat di dalam mangsa-mangsanya.
Sebagai akibat dari fenomena yang disebut bioakumulasi ini, level kandungan merkuri dalam ikan dapat mencapai jumlah yang luar biasa, yait satu juta kali lebih besar dari level kandungan merkuri di dalam perairan sekitarnya.
Selain itu logam berat merkuri dpat jua masuk melalui jalan pernapasan, karena sifat merkuri yang mudah menguap pada temperatur kamar. Bagi tubuh manusia, ancaman merkuri dapat menyerang sistem syaraf pusat, ginjal, hati, jaringan otak, serta dapat membahayakan kandungan yang berakibat bayi cacat lahir.
Potensi bahaya juga terjadi jika baterai berada pada tekanan tinggi (misalnya karena terkubur tanah), pada suhu tinggi, atau terjadi arus pendek. Ihwal bahaya limbah baterai lithium disampaikan United States Environmental Protection Agency (EPA), melalui surat resmi 7 Maret 1984. EPA meminta agar Dephan AS memantau produksi, distribusi, serta manajemen limbah baterai lithium. EPA juga merekomendasikan agar Departemen Pertahanan “bekerja lebih keras” dan menciptakan akses yang lebih dalam pada pihak yang memiliki kaitan dengan produksi baterai lithium.
Berdasar penelitian yang “mendalam dan hati-hati”, baterai lithium – sulfur dioksida (Li/SO2) “secara nyata dan meyakinkan” terbukti memilik karasteristik aktivitas yang berbahaya.Penanganan limbah baterai lithium harus memenuhi standar manajemen limbah. Berdasar aturan tersebut, limbah baterai lithium tak boleh dibuang dibuang ke tanah sebelum dinetralkan. Terutama jika penelitian pada sampel baterai menunjukkan setidaknya satu sifat:berada pada kondisi tidak stabil atau terlihat reaksi detonasi, bereaksi terhadap air, desain atau strukturnya berpotensi menyerap air, ketika dicampur air, menghasilkan gas beracun atau asap yang kuantitasnya membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, mengandung sianida atau sulfida yang pada PH antara 2 – 12,5 dapat menghasilkan gas atau asap beracun, berpotensi meledak jika berada pada tekanan tinggi, berpotensi meledak jika diurai pada tekanan dan suhu kamar.
Putusan resmi dari Resource Conversation dan Recovery Act (RCRA) tahun 1976 mewajibkan adanya manajemen limbah baterai lithium. Produsen wajib menciptakan manajemen limbah sehingga konsumen bisa mengembalikan limbah baterai kepada produsen, kemudian merekalah yang bertangung jawab mengelolanya secara aman.
Di Indonesia, penerapan aturan itu tidak jelas. Padahal baterai lithium digunakan secara luas, di antaranya pada komputer jinjing, telepon seluler, kamera digital, dan beragam alat portabel lain. Komponen baterai lithium sulfur diaksoda adalah strip logam lithium yang berfungsi sebagai anoda direndam sulfur dioksida encer. Biasanya mengandung pula acetonitrile (CH3CN) dan garam lithium (biasanya lithium bromide atau LiBr). Logam lithium akan bereaksi dengan air dan memproduksi gas hidrogen yang eksplosif. EPA menyatakan manajemen limbah yang diterapkan saat ini (seperti menyimpan dalam drum) berpotensi meledak dan menciptakan gas hidrogen.Untuk menimimalisi bahaya, tengah dipopulerkan desain baterai yang baru sedemikian rupa sehingga melepaskan SO2 dan komponen lain ke udara untuk mengurangi risiko ledakan saat berada pada tekanan tinggi, suhu, atau hubungan pendek. Meski demikian, resiko bahaya masih tetap tinggi.
Lithium sendiri telah lama dimanfaatkan kalangan medis untuk mengontrol prilaku penderita depresi maniak dan zchizophrenia sejak 1960-an. Garam lithium karbonat memiliki efektifitas 70% hingga 80%. Tersedia dalam sediaan berbentuk kapsul, tablet, hingga sirup. Beberapa nama komersial obat tersebut di antaranya Cibalith-S, Eskalith, Lithane, Lithobid, Lithonate, dan Lithotabs. Efek sampingnya adalah rasa mual, kehilangan napsu makan, dan diare. Juga pusing dan tangan gemetar. Tidak disarankan bagi ibu hamil karena bisa menimbulkan keguguran atau cacat pada janin.
Jalan Keluar
Sampai sejauh ini, hampir tidak ada upaya, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengumpulkan baterai bekas dengan mekanisme yang benar aak terhindar dari resiko dan dampak lingkungan yang diakibatkannya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Firman L. Sahwan, umumnya limbah baterai rumah tangga dibuang begitu saja oleh masyarakat ke tempat sampah. Sementara hasil kuesioner yang memberikan pilihan dalam pengolahan sampah tersebut menyimpulkan bahwa masyarakat akan membuang sampah baterai bekas apabila disediakan tempat-tempat khusus seperti di RT2, pasar, pos keamanan, atau pun tempat2 lain yang strategis dekat dengan masyarakat.
Cara lain adalah mengadakan produksi baterai dengan kadar merkuri rendah seperti yang banyak dilakukan oleh negara-negara maju. Dari teknologi yang tercanggih, kini tersedia banyak baterai yang tidak lagi menggunakan merkuri. Namun di samping usaha-usaha itu semua, yang paling efektif adalah membiasakan penggunaan baterai yang dapat diisi ulang. Meskipun harganya mahal, namun dengan baterai semacam ini, jauh lebih hemat secara ekonomis. Dan yang paling penting, jangan mengisi ulang baterai berarti mengurangi limbah yang dapat mencemari lingkungan kita.
Pelajaran dari Tragedi Minamata
Tahun 1950an, sebanyak 778 penduduk di kepulauan Kyusu, bagian Selatan Jepang tewas akibat memakan ikan yang tercemar merkuri. Ini merupakan tempat terjadinya pencemaran air raksa paling buruk yang dicatat dalam sejarah. Insiden ini terjadi akibat racun yang dibuang sebuah pabrik plastik milik Chiso Chemical Company ke teluk Minamata.
Gejala ini mula-mula terlihat pada kucing yang bertingkah aneh dengan cara melompat ke air, membenamkan diri dan ada pula yang berlarian secara liar. Tahun 1953 kasus penduduk keracunan mulai dilaporkan. Namun pemerintah Jepang melindunginya. Baru tahun 60an pabrik tersebut mengakui sumber limbahnya dan ditutup setelah mengganti kompensasi jutaan yen pada tahun 1966. Kejadian paling buruk adalah masih tersisanya penderitaan penduduk hingga jangka waktu yang panjang. Begitu banyak penduduk kemudian menderita seperti kemampuan bicara yang tidak sempurna, kebutaan, kelumpuhan serta kerusakan otak.
"marilah kita berusaha untuk selalu mencintai lingkungan demi hidup kita bersama"