JAKARTA - Pemerintah sepertinya mulai
"putus asa" dalam mengatasi masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM)
yang tidak tepat sasaran. Setelah berbagai cara tidak efektif, kali ini
sosialisasi gerakan hemat energi dan subsidi untuk masyarakat kurang
mampu akan dilakukan secara masif.
Itu merupakan hasil pertemuan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI Pusat
K.H. Makruf Amien mengatakan, saat ini, MUI tengah memfinalkan fatwa
tentang hemat energi, termasuk ketentuan bahwa masyarakat yang
mampu/kaya, tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi.
"Ini terkait dengan hak. BBM bersubsidi adalah haknya orang yang tidak
mampu. Jadi, jika ada orang yang mampu atau kaya, tapi tetap membeli BBM
bersubsidi, maka hukumnya dosa, karena dia mengambil hak orang yang
tidak mampu," ujarnya usai pertemuan di Kantor Kementerian ESDM, Senin
(27/6).
Menurut Makruf, substansi BBM bersubsidi adalah diperuntukkan bagi
masyarakat yang tidak mampu. Adapun bagi masyarakat yang mampu, maka
pemerintah sudah menyediakan BBM nonsubsidi seperti Pertamax. "Untuk
itu, kami akan segera melakukan sosialisasi soal ini," katanya.
Menteri ESDM Darwin Z. Saleh menambahkan, berdasar keputusan pemerintah
dan DPR, subsidi memang hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak
mampu. "Nah, untuk mengetahui apakah kita termasuk golongan yang mampu
sehingga tidak dibenarkan membeli BBM bersubsidi, tanyakan pada diri
masing-masing. Ini butuh kejujuran," ujarnya.
Darwin menyebut, jika seseorang sudah bisa membeli mobil, maka orang
tersebut lebih pantas digolongkan sebagai orang yang mampu. "Lalu, jika
beralasan, sekarang harga Pertamax mahal, maka ya batasilah
penggunaannya, jangan boros-boros," katanya.
Pertemuan antara Kementerian ESDM dan MUI kemarin merupakan tindak
lanjut dari Musyawarah Nasional (Munas) MUI yang salah satu tema
bahasannya adalah pemuliaan energi dan sumber daya alam. Karena itu,
lanjut Makruf, MUI ingin meminta masukan dari Kementerian ESDM terkait
sektor energi, termasuk lingkungan dan kehutanan.
"Jadi, soal BBM bersubsidi itu hanya salah satu hal, selain masih ada banyak lagi," ujarnya.
Makruf menyebut, poin lain yang juga menjadi perhatian MUI adalah
kewajiban hemat energi, contohnya dalam penggunaan listrik. "Misalnya,
jangan sampai karena dia mampu bayar, maka dia gunakan listrik
berlebihan, tanpa batas, sehingga membuat jatah listrik untuk orang lain
kurang. Kemudian tentang mencuri listrik, itu juga haram," terangnya.
Darwin menyebut, saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia baru sekitar
67,7 persen. Artinya, masih ada 32,3 persen rakyat Indonesia yang belum
bisa menikmati aliran listrik. Karena itu, masyarakat yang saat ini
sudah menikmati listrik, harus berhemat.
"Dengan begitu, subsidi bisa ditekan dan pemerintah punya dana untuk
membangun infrastruktur listrik agar makin banyak masyarakat yang bisa
menikmati listrik," katanya.
Lalu, kapan fatwa tentang hemat energi, BBM bersubsidi, dan pengelolaan
sumber daya alam (SDA) akan dikeluarkan? Menurut Makruf, saat ini
draft-nya sudah selesai disusun. "Tinggal dilengkapi sedikit-sedikit,
secepatnya akan kami keluarkan," ujarnya.
Sebagai langkah awal, lanjut Makruf, MUI mengajak jajaran Kementerian
ESDM untuk bersama-sama tokoh masyarakat dan pemimpin agama, untuk
mensosialisasikan bimbingan serta nasehat moral tentang pentingnya hemat
energi. "Sosialisasi ini akan dilakukan melalui Masjid, Pesantren,
Majelis Taklim, serta lembaga pendidikan secara nasional," sebutnya.
Beberapa program aksi nyata yang akan dilakukan MUI di antaranya adalah
Program Gerakan Nasional Eco Masjid dan Eco Pesantren, serta pilot
project pengembangan energi terbarukan di pesantren dan pedesaan.
Ditanya apakah fatwa MUI tentang BBM bersubsidi, hemat energi, dan
pengelolaan SDA akan efektif, Makruf mengaku optimistis.
Menurut dia, fatwa MUI masih sangat efektif di kalangan umat Islam. "Kan
masih sering kita dengar masyarakat bertanya, apa fatwa MUI tentang hal
ini, hal itu. Itu artinya, masyarakat masih memandang fatwa MUI sebagai
pedoman," ujarnya.
Sumber :
DI SINI
sumber