DPR RI meminta pemerintah untuk memperhatikan
dan menganalisa rencana pemerintah Malaysia melakukan
program 6P (Pendaftaran, Pengampunan, Pemutihan, Pemantauan,
Penangkapan dan Pengusiran) pada buruh migran di Malaysia.
"Pemerintah SBY diminta untuk berani menekan pemerintah Malaysia
melakukan law enforcement terhadap para calo dan menghentikan proses "
pungli yang dilegalkan," kata Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Rieke menambahkan pihaknya mendesak pemerintah RI untuk mengawal proses pemutihan TKI di Malaysia,
ikut aktif mengintervensi penentuan kontrak kerja dan penerbitan
passpor setelah pemutihan.
"Karena jika hal tersebut tidak dilakukan,
maka pemerintah SBY secara sengaja melakukan pembiaran praktek pemerasan
dari calo ke outsourcing agen yang sewa bendera. Berapa lagi pemerasan
dan pajak yang harus ditanggung para TKI," katanya.
Politisi PDIP itu juga menegaskan Pemerintah SBY harus secepatnya
mengevaluasi keputusan menghentikan moratorium ke Malaysia dan mengkaji
ulang MoU RI - Malaysia.
Data dari Migrant Care Malaysia menyatakan program 6P semakin aktif,
menimbulkan kutipan liar atau pungli dan telah dianggap menjadi satu
kebiasaan.
Disebutkan, tarif pendaftaran resmi per orang 35 ringgit Malayysia
tetapi, kutipan liar dari sub agen 335-700 ringgit Malaysia.
Saat ini sudah 530.000 PATI (pekerja asing tanpa ijin) mendaftar, 70%
adalah TKI. Kalau dihitung 70% dari 530.000 adalah TKI dengan rata-rata
300 orang di peras pungli dan agen dan WNI sudah kehilangan 35 juta
dolar juta dalam waktu 6 hari. (zul)
Editor: Desy Saputra
sumber : antara news
ini hanya sebuah pencitraan ataukah memang murni untuk memperjuangkan hak para TKI di luar negeri??????